M. Nur Rakhmad, SH (LBH Pelita Umat Korwil Jatim)
17 Agustus tahun 2019 ini bangsa Indonesia merayakan
hari kemerdekaan negeri ini untuk yang ke-74 kalinya. Di tengah suasana
perayaan kemerdekaan itu. Posisi umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan jelas
sekali. Sangat sentral. Bisa dibilang pejuang kemerdekaan itu ialah umat Islam.
Dahulu pahlawan negeri kita ini diantaranya ada
Pangeran Diponegoro, ada Imam Bonjol, ada Teuku Umar, ada Cut Nyak Dien, bahkan
pergerakan nasional politik melawan Belanda itu sebetulnya dilakukan oleh tokoh
Islam, namanya HOS Tjokroaminoto. Jadi salah besar besar kalau orang menyebut
kesadaran pergerakan nasional itu dilakukan oleh Budi Oetomo. Bahkan bung Tomo
yang di tuduh radikal oleh Belanda yang dapat membangkitkan semangat arek-arek Suroboyo
melalui gema Takbir yang dilontarkannya sehingga dapat memukul balik penjajah
belanda tersebut.
Tidak diragukan lagi, apa yang disebut sebagai perjuangan
kemerdekaan di Indonesia adalah sebuah perlawanan umat ini yang spontan dan
natural. Sebuah perlawanan terhadap kedholiman dan kesewenang-wenangan setelah
berbagai upaya untuk menjinakkan dan meredamnya. Melalui berbagai upaya
konsolidasi para pejuang kemerdekaan
dari upaya penjajah yang telah memecah-belah dan mencabik-cabik wilayah
nusantara menjadi bangsa yang lemah, dengan menggunakan antek penjajah Barat,
dengan menerapkan hukum yang terkontaminasi ideologi Kapitalisme Barat terhadapnya, serta merenggut
seluruh potensinya, sementara para pemudanya hidup dalam nestapa, kehinaan,
ketakutan, pengintaian, pencabutan hak milik, serta kesempitan hidup lainnya.
Lalu para pejuang yang mayoritas muslim ini memobilisasi perlawanan melawan
penindasan.
Di era kemerdekaan fisik ini kita menjadi sebuah
bangsa yang sedang menghadapi problem hegemoni kapitalisme sekuler. Sementara
para penguasanya, mereka tertidur di atas bantal-bantal empuk sebuah keputusan kapitalistik
berlindung di balik lips investasi atau kerjasdpama tetapi sebenarnya merupakan
racun yang sangat mematikan untuk menguasai negara lain yang telah rapuh dari
sananya dan susunan produk dan perangkat hukum yang telah tercabik-cabik di setiap sendi kehidupannya yang sejatinya
memberikan rasa keadilan dan keamanan bagi tiap warga dan seluruh umat manusia
yang hidup di negeri ini. Dan Ini semua bisa mendorong dari masyarakat arus
bawah untuk meletup dan menyuarakan perubahan kapan pun. Apa yang terjadi di
sebuah Muslim telah menjalar dan menyebar
pada seluruh pemuda umat, karena umat ini satu, perasaannya satu, dan
umat ini pun merupakan satu kesatuan, karena problem dan penyelesaian
masalahnya hanya satu.
Problem penjajahan gaya baru sama berbahayanya dengan
penjajahan gaya lama. Bahkan boleh jadi lebih berbahaya. Sebabnya, dengan
penjajahan gaya baru, pihak terjajah sering tak merasa sedang dijajah.
Contohnya adalah bangsa ini. Bangsa ini setiap tahun tetap antusias merayakan
hari kemerdekaannya. Namun demikian, pada saat yang sama bangsa ini seolah tak
pernah menyadari bahwa kekayaan mereka terus dikuasai dan dieksploitasi—bahkan
dengan sangat liar—oleh bangsa lain lewat perusahaan-perusahaan mereka. Tambang
emas, minyak, gas dan banyak sumberdaya alam lainnya di negeri ini telah lama
dikuasai dan diekploitasi oleh PT Freeport, Exxon Mobile, Newmont, dan banyak
perusahaan asing lainnya. Ironisnya, semua itu dilegalkan oleh undang-undang.
Mengapa bisa terjadi? Karena banyak keputusan politik di negeri ini—terutama
dalam bentuk undang-undang—terus berada dalam kontrol pihak asing. Di antaranya
melalui IMF dan Bank Dunia, dua lembaga internasional yang menjadi alat
penjajahan global. Apalagi dominasi RRC sebagai calon negara Adidaya baru yang
berbalut investasi infrastruktur dalam membangun proyek obor mulai terasa yang
secara pelan tapi pasti terindikasi kuat untuk menguasai sebuah negara tanpa
peperangan.
Alhasil, bangsa dan negeri ini sebetulnya belum
benar-benar merdeka secara hakiki. Belum benar-benar terbebas dari penjajahan.
Secara fisik kita memang merdeka. Namun demikian secara pemikiran, ekonomi,
politik, budaya, dll sejatinya kita masih terjajah.
Islam menggambarkan tentang kemerdekaan salah satunya melaui
perkataan Al Mughiroh Bin Syu'bah kepada Panglima Rustam Panglima Persia: "
Bahwa tujuan Islam disebarkan melalui dakwah & jihad adalah untuk
membebaskan manusia dari penghambaan dari selain Allah hanya menghamba kepada
Allah, mengeluarkan mereka dari kesempitan kehidupan jahiliyah menuju keluasan
Islam dan mengeluarkan dari kegelapan jahiliyah menuju terangnya Islam".
Mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT, itulah
misi utama Islam. Itu pula arti kemerdekaan hakiki. Dalam pandangan Islam,
kemerdekaan hakiki terwujud saat manusia terbebas dari segala bentuk
penghambaan dan perbudakan oleh sesama manusia. Dengan kata lain Islam
menghendaki agar manusia benar-benar merdeka dari segala bentuk penjajahan,
eksploitasi, penindasan, kezaliman, perbudakan dan penghambaan oleh manusia
lainnya. Dan akan bisa terlaksana sempurna jika diterapkan di negeri ini
melalui jalan damai, tanpa paksaan serta tanpa kekerasan yang dijadikan
Konsensus dalam Bernegara. Allahua'lam.
No comments:
Post a Comment