® Hiro Sakan
Sobat muda yang
dirahmati Allah, sudah pada ngeh kan, istilah follow, unfollow, scrolling,
posting, status, tweet, re-tweet, like, re-post, share, comment, dan
kawan-kawannya? Baiklah.
Pertama-tama, kami
ingin ucapkan marhaban, selamat datang. Inilah sejumlah terma alias istilah
yang menandakan kita telah sampai di jagat Zaman Now, terma-terma yang bercokol
hampir di setiap Millenials yang sudah “bersentuhan” dengan sebuah barang
ajaib, yang bisa dibilang paling deket dan paling mereka perhatiin: gadget.
Nah, sobat muda tentu sudah pada paham arah pembahasan kali ini.
Yups, tulisan ini
menyoroti bagaimana cerminan kejujuran dan kebohongan itu bila dipotret di era
gadget Zaman Now sekaligus pedoman Islam tentangnya. Yuk, ah.
No Differ
Sobat muda, di dalam
Mausu’ah al-Qawaid al-Fiqhiyyah, 8/272-273, terdapat kaidah fiqh yang berbunyi:
الْكِتاَبُ
كَالْخِطَابِ
[al-kitâbu kal
khitōbi]
“Tulisan itu
(hukumnya) sebagaimana perkataan”
Melalui kaidah ini,
kita menjadi paham, bahwa apa-apa yang kita tulis dan sampaikan melalui
media-media sosial, pada hakikatnya no differ alias tidak berbeda akibat
hukumnya dengan perkataan langsung. Yups, jika benar dan baik akan berpahala,
dan jika salah dan buruk akan berdosa.
Berarti, bohong
melalui media sosial juga dinilai sebagai perkataan dusta? Yak, tepat sekali.
Bahkan, konsekuensi
dusta via medsos ini bisa lebih ngeri. Mengapa? Sobat muda tentu tau kan,
media-media sosial yang kita miliki itu terhubung dengan khalayak. Pesan-pesan
yang kita posting akan tersampaikan ke lebih banyak orang. Bisa ratusan,
ribuan, bahkan ratusan ribu hingga jutaan manusia yang melihat atau mendengar
pesan kita.
Bandingkan dengan
interaksi langsung yang kita lakukan sehari-hari, mungkin hanya segelintir
orang yang terkena dampaknya. Jadi, media sosial kita memang berpotensi sebagai
multiplier alias pelipat ganda dosa bohong. Ngeri, kan?
Oleh karena itu,
meski postingan itu nadanya bercanda atau maksudnya melucu, sebaiknya jauhilah
yang nyrempet-nyrempet dengan kebohongan, ya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ
لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah bagi yang
berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa.
Celakalah dia, celakalah dia.”
(HR. Abu Daud no.
4990 & Tirmidzi no. 3315. Al-Hafidzh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad
hadits ini hasan)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنِّي
لأَمْزَحُ , وَلا أَقُولُ إِلا حَقًّا
“Aku juga bercanda,
namun tidaklah aku berkata melainkan yang benar.”
(HR. Thobroni dalam
Al-Kabir 12: 391. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih
dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2494).
Sebagai seorang
muslim, kita memang musti berhati-hati meskipun ketika bercanda di media
sosial, ya. Kita perlu menjadi agen-agen yang berkontribusi memberikan
pesan-pesan berkualitas yang sesuai dengan tuntunan Islam.
Be the
Gatekeeper
Sobat muda, dalam
dunia media, seorang Gatekeeper adalah mereka yang bertugas melakukan seleksi
atas informasi-informasi yang akan disebarkan. Biasanya kalau di institusi
media, tugas ini diperankan oleh redaksi dan editor.
Nah, berhubung
masing-masing kita saat ini dapat membuat atau membagikan pesan yang dikonsumsi
khalayak, maka tidak bisa tidak melainkan kita lah yang kudu berperan sebagai
Gatekeeper.
Motivasi seorang
muslim sebagai Gatekeeper semestinya lebih tinggi dibandingkan siapapun. Sebab,
dia sangat paham bahwa setiap yang dikatakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan
Allah ‘Azza wa jalla. Bukan hanya berpengaruh pada dunianya, melainkan juga
akhiratnya.
Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman,
مَّا
يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“…Tiada suatu ucapan
pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir.” [QS. Qaf ayat 16-18]
Allah Subhanahu wa
ta’ala juga berfirman,
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu
mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawaban.” [QS.
Al-Israa ayat 36]
Media
Literacy
Selain menjadi
Gatekeeper, untuk menyeleksi informasi yang kita terima, kita juga perlu
menjadi orang yang literate (melek) akan media.
Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا
قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka
periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu”. [QS. Al-Hujurat ayat 6]
Melek media ini bisa
kita latih dengan berupaya mengonfirmasi suatu informasi dengan beberapa sumber
lain, melihat tingkat kesamaan dan perbedaan-perbedaanya, sehingga didapatkan
informasi yang akurat. Sobat muda bisa cobain tips ini.
Lawan
Hoax Terhadap Ajaran Islam
Nah, setelah
“senjata” dan “perisai” di atas berhasil sobat muda equip alias miliki, kita
bisa terjun untuk bersama-sama melawan Hoax alias berita-berita bohong yang
dimunculkan terhadap ajaran-ajaran Islam.
Loh, emang ada?
Tentu ada. Banyak malah.
Sobat muda tentu
sudah tidak asing dengan fenomena viral dan berulang seputar penistaan terhadap
hijab muslimah. Bahwa hijab dan niqab adalah budaya Arab. Ada aja kalangan yang
jahat dan berupaya menafikan syariat hijab yang agung ini.
Ada pula Hoax yang
dimunculkan untuk menghadang upaya penerapan syariah Islam secara kaffah,
dengan menyebut siapa saja yang menyuarakannya sebagai orang-orang radikal,
garis keras, intoleran, dan berbagai tudingan keji lainnya.
Subhanallah, sungguh
kita berada dalam situasi di mana ajaran Islam yang agung ini dianggap merusak,
dan para pengembannya dianggap penjahat.
Dalam kondisi
sedemikian, tiada yang lebih bisa menenangkan kita melainkan ayat-ayat Allah
yang mulia, dan sabda Rasul-Nya.
Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman,
وَمِنَ
النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُم
بِمُؤْمِنِينَ. يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ
أَنفُسَهُم وَمَا يَشْعُرُونَ. فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً
وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
"Di antara
manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”,
padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta." [QS. Al-Baqarah ayat 8-10]
Allah ‘Azza wa jalla
juga berfirman,
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ،
أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ
“Dan bila dikatakan
kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka
menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah,
sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka
tidak sadar.” [QS. al-Baqarah ayat 11-12].
Nah, sobat muda yang
dirahmati Allah. Semoga kita bisa terus menjadi orang-orang yang jujur,
menjauhi kebohongan, terlebih melawan kebohongan-kebohongan khususnya yang
dialamatkan terhadap ajaran Islam.
Keep struggle!
Jadilah orang-orang yang mengatakan perkataan terbaik!
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Dan siapakah yang
lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah
diri?” [QS. Fussilat ayat 33]
Saudaramu:
Hiro Sakan
No comments:
Post a Comment