Lukman Noerochim (STAFSUS FORKEI)
Warga Riau resah, asap makin
pekat akibat kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru. Kondisi Riau pada Kamis
(12/9) sangat parah. Jarak pandang sebelumnya tembus 1 Km, hari ini di sejumlah
tempat hanya tembus 300 meter. Tidak hanya jarak pandang yang semakin pendek.
Kabut asap yang pekat membuat kondisi langit menguning. Partikel debu Karhutla
semakin yang kian pekat membuat kondisi tampak menguning. Akibatnya aktivitas
warga terganggu, mereka harus mengenakan masker bila ingin keluar rumah.
Sekolah juga mulai diliburkan.
Penyebab kebakaran di Indonsesia
sudah banyak dikaji oleh para peneliti berbagai belahan dunia. Semua
berkesimpulan bahwa ulah manusialah penyebab utama kebakaran hutan dan lahan.
Pengelolaan lahan yang masih menjadikan api sebagai alat yang murah, mudah dan
cepat menjadi inti dari penyebab kebakaran.
Dalam tinjauan medis, dampak
buruk dari kebakaran hutan, asap mengandung gas dan partikel kimia yang
menggangu pernapasan seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO),
formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3). Material
tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada manusia khususnya manula, bayi dan
pengidap penyakit paru. Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa mengenai
orang sehat jika kebakaran hutan sudah sedemikian parah.
Dalam tinjauan ekonomi, ada tiga
kerugian yang bisa dihitung secara ekonomi yakni, dari deforestasi (Hilangnya
sebagian atau seluruh hutan), kehilangan keanekaragaman hayati dan pelepasan
emisi karbon. Belum lagi dengan dampak langsung bagi masyarakat yang tinggal di
sekitar hutan, seperti langkanya cadangan air tanah serta terganggunya
kesehatan karena asap kebakaran hutan.
Kebakaran lahan dan hutan terjadi
terus berulang dan makin rumit di antaranya akibat persekongkolan jahat para kapitalis
dengan elit politik, politisi dan penguasa. Indikasinya, setiap kali mendekati
Pilkada dan Pemilu terjadi obral penguasaan lahan. Pengusaan lahan ditengarai
dijadikan cara mengumpulkan modal politik dan imbalan kepada para pendukung
khususnya para cukong.
Bencana kebakaran hutan dan lahan
hanya akan bisa diakhiri secara tuntas dengan sistem Islam melalui dua
pendekatan: pendekatan tasyrî'i (hukum) dan ijrâ'i (praktis). Bencana akibat
kebakaran lahan dan hutan sangat sulit atau bahkan mustahil diakhiri dalam
sistem kapitalis saat ini. Pasalnya, demi kepentingan ekonomi, jutaan hektar
hutan dan lahan diberikan konsesinya kepada swasta. Padahal itulah yang menjadi
salah satu akar masalahnya.
Sikap
Sebagai milik umum, hutan haram
dikonsesikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan
ini, akar masalah kasus kebakaran hutan dan lahan bisa dihilangkan. Dengan
begitu kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah sepenuhnya sejak awal.
Pengelolaan hutan sebagai milik
umum harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, tentu harus secara
lestari. Dengan dikelola penuh oleh negara, tentu mudah menyeimbangkan antara
kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan kelestarian hutan. Negara juga
harus mendidik dan membangun kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kelestarian
hutan dan manfaatnya untuk generasi demi generasi.
Penindakan hukum secara tegas
terhadap para pelaku pembakaran dan siapa saja yang terlibat. Ini harus
dilakukan secara tegas dan tanpa pilih kasih. Bukan hanya yang kecil yang
ditindak, tetapi juga yang besar. Selama ini masyarakat melihat, penindakan
baru menyentuh yang kecil, sementara yang besar dibiarkan.
No comments:
Post a Comment