Posisi tawar pemerintah Indonesia
di mata AS - China sangat lemah, hal itu setidaknya tampak pada isu energi dan
separatisme. "AS dan negara-negara kapitalis raksasa sudah melakukan
dominasi ekonomi Indonesia melalui liberalisasi SDA termasuk migas, sekarang
disinyalir mereka mendukung separatisme, sementara reaksi penguasa masih
dinilai lemah." tegas Direktur el
Harokah Research Center (HRC) pada Jum'at (6/9/2019).
Menurutnya, hal itu terjadi
lantaran, bangsa yang mayoritas berpenduduk Muslim ini tidak menjadikan syariah
Islam sebagai aturan dalam berbangsa dan bernegara, tetapi malah menerapkan
sistem demokrasi kapitalistik yang jelas-jelas merupakan jebakan penjajah.
Sehingga yang sudah jelas
digariskan syariah, seperti sumber daya alam (SDA) yang jumlahnya melimpah itu
merupakan milik umat (milkiyah 'ammah) yang wajib dikelola negara untuk
membiayai pendidikan, kesehatan dan keamanan masyarakat, malah diserahkan
pengelolaannya kepada asing.
"Begitu juga dengan
keamanan, sudah jelas-jelas upaya separatisme seperti yang dilakukan Organisasi
Papua Merdeka ini telah memakan korban baik di kalangan militer maupun sipil
negeri ini, namun pemerintah nampak tidak tegas menindak. Bahkan dengan
menerapkan sistem demokrasi, separatisme dianggap legal dengan alasan
referendum, seperti separatisme Timor Timur yang menjadi negara Timor Leste.
Padahal dalam syariah, jelas-jelas itu merupakan tindak bughat yang hukumnya
haram, pelakunya wajib diperangi sampai tidak mampu lagi untuk melakukan upaya
separatisme." Ujar Fathoni.
"Walhasil, hanya dengan
menerapkan syariah dalam bingkai Khilafah lah yang bisa menjaga SDA dan
kedaulatan negeri ini," pungkasnya. (Yusa)
No comments:
Post a Comment