Oleh : Achmad
Fathoni
(Direktur el-Harokah Research Center)
Sebagaimana diberitakan di laman www.kontenislam.com pada 23/8/2019, bahwa
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais menyebutkan bahwa Free West Papua Movement
telah mengagendakan pembahasan tentang refrendum di Papua di Majelis Umum PBB. “Jadi, pesan saya
kepada Pak Jokowi, lihat United Liberation Movement for West Papua,
Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat, sudah mengagendakan agar referendum
disidangkan untuk Majelis Umum yang akan datang, Desember tahun ini. Jadi
hati-hati, jangan anggap remeh,” kata Amien Rais dalam sambutannya di Milad
ke-21 PAN di Kolong Tol Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Jum’at (23/8). Amin
meminta pemerintah agar tidak menyepelekan persoalan Papua demi menjaga
keutuhan NKRI. Terlebih dengan kondisi saat ini yang menurutnya, warga Papua
sedang marah akibat mendapat perlakuan rasialis (http://www.kontenislam.com/2019/08/amien-rais-referendum-papua-diagendakan.html).
Tentu saja semua pihak ikut prihatin
terhadap krisis Papua yang terjadi untuk kesekian ratus atau ribu kali bahkan
mungkin tak terhiting lagi. Apalagi diduga kuat krisis yang menerpa wilayah
Indonesia yang paling timur ini, bukan lah semata-mata dari internal Indonesia,
tetapi diduga kuat ada peran kekuatan eksternal yang sangat kuat untuk membuat
Papua memanas bahkan sampai lepas dari Indonesia. Untuk itu maka semua pihak,
terutama penguasa di negeri ini harus menentukan sikap dan melakukan kebijakan
serta tindakan yang tepat, cepat, dan komprehensif terhadap krisis Papua. Maka
ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian serius oleh pemegang kebijakan di
negeri ini, antara lain.
Pertama, tolak setiap intervensi asing.
Negeri ini telah merdeka selama lebih dari 74 tahun, berarti kedaulatan
sepenuhnya ada di tangan negeri ini sejak Indonesia merdeka tahun 1945. Maka
tidak boleh ada negara dan pihak manapun melakukan intervensi terhadap urusan
internal Indonesia. Untuk itu maka, sudah seharusnya penguasa negeri ini menolak tegas setiap upaya intervensi dari
pihak manapun terhadap krisis Papua. Sebagaimana diingatkan oleh Mantan Ketua
MPR, Amin Rais, bahwa Pemerintah harus mewaspadai upaya dari beberapa pihak
yang akan mengadendakan agar referendum di Papua disidangkan di Majelis Umum
PBB pada Desember 2019 mendatang. Oleh karena itu, pihak Indonesia harus
menolak tegas hal itu, karena jika itu terjadi maka akan membuka peluang
intervensi asing terhadap krisis di Papua, baik dari negara-negara imperealis Barat
maupun lembaga internasional. Semua upaya megangkat krisis Papua ke dunia
internasional bisa menjadi dalih bagi pihak-pihak yang menginginkan Papua lepas
dari Indonesia.
Kedua, tolak opsi referendum di Papua.
Sejarah kelam lepasnya Provoinsi Timor-Timur dari pangkuan Indonesia tahun 1999
silam, sudah cukup membuktikan bahwa langkah dan kebijakan pemberian opsi
referendum merupakan sangat tidak tepat, berbahaya, dan merupakan “bunuh diri
politik”. Pasalnya, justru jika kebijakan opsi referendum diberikan akan bisa
mengakibatkan Papua lepas dari Indonesia, sebagaimana pegalaman buruk yang
menimpa provinsi Timor-timur tahun 1999 yang lalu. Oleh karena itu, Penguasa negeri
ini harus menolak tegas segala upaya referendum di Papua.
Ketiga, Khilafah adalah solusi tuntasnya.
Akar masalah krisis Papua adalah rapuhnya integrasi itu sendiri. Ini
menunjukkan semua faktor yang selama ini dianggap cukup ampuh untuk
mengintegrasikan wilayah Papua ke dalam wilayah Indonesia, seperti peningkatan
kesejahteraan, pemberian otonomi khusus, hingga pendekatan keamanan, termasuk
soal nasionalisme ternyata tidaklah cukup memuaskan warga Papua.
Jika semua faktor itu tidak membuat
integrasi yang kokoh, lantas faktor apa lagi?. Menurut penulis, dari semua
faktor tersebut, yang paling ampuh tetaplah agama. Tuntutan referendum memang
bergema nyaring akhir-akhir ini, publik bisa perhatikan, itu tidak dilakukan
oleh umat Islam di sana. Artinya, dengan Islam itu, integrasi akan menjadi
lebih mantap, kuat, dan kokoh. Dan itu bukanlah isapan jempol, tetapi telah
terbukti dalam sejarah panjang selama 13 abad lamanya agama Islam, dengan
sistem Khilafah, bisa mengintegrasikan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan
dunia dengan ikatan Islam. Bahkan dua pertiga wilayah dunia pernah terintegrasi
dalam satu penmerintahan yaitu pemerintahan khilafah Islam. Di antara
bangsa-bangsa yang pernah diintegrasikan oleh Khilafah Islam adalah bangsa
Romawi, Persia, Mesir, Eropa, Afrika, bahkan sebagian wilayah Nusantara juga
pernah dalam kekuasaan Khilafah Utsmaniyah.
Oleh karenanya, semua elemen bangsa ini
harus bisa berpikir jernih, terbuka, dan objektif bahwa satu-satunya jalan
untuk solusi yang komprehensif atas krisis Papua adalah dengan menegakkan
sistem Islam, Khilafah Islamiyah. Jangan paranoid!. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment