Yuli Sarwanto (Direktur FAKTA)
Sejarah Freeport di Indonesia
dimulai setelah Pemerintah Orde Baru berkuasa. Tahun 1967, Kontrak Karya dengan
Freeport Indonesia Inc. ditandatangani dan berlaku selama 30 tahun sejak mulai
beroperasi tahun 1973.
Tahun 1988 Freeport menemukan
cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi, memerlukan jaminan
investasi jangka panjang, sehingga tahun 1991 dibuat Kontrak Karya II (kali ini
sudah bernama PT Freeport Indonesia) dan berlaku 30 tahun dengan periode
produksi akan berakhir pada tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2×10
tahun (sampai tahun 2041).
Sebagian pihak mendorong
Pemerintah agar Kontrak Karya itu stop sampai di sini. Inilah kesempatan untuk
mengelola sendiri. So...
Untuk memutus Kontrak Karya ini
relatif mudah. Namun, tentu kita harus siapkan agar segala dampak buruknya
tidak terjadi. Yang dibutuhkan ada tiga: (1) sistem pengelolaan yang adil – dan
itu tersedia dalam syariat Islam, tinggal memerlukan tangan-tangan para
mujtahid untuk mendetilkan; (2) para penguasa yang berani menantang segenap
ancaman; (3) para teknolog yang siap mengambil-alih operasional perusahaan,
termasuk mengembangkan teknologi yang perlu bila sewaktu-waktu Indonesia
diembargo secara teknologi.
Tentu perlu ada evaluasi atau
audit atas seluruh aset PTFI yang diklaim sudah berinvestasi ratusan miliar
US$. Apakah investasi itu akan diganti oleh Pemerintah RI, tentu harus
dipikirkan.
yang pasti, kita wajib yakin
bahwa Islam punya solusinya yang menyeluruh untuk pembangunan Papua.
Solusi atas persoalan kelanjutan
tambang Freeport seharusnya satu paket dengan penerapan syariah Islam. Syariah
Islam akan menyiapkan perangkat hukum yang lebih adil, juga budaya masyarakat
yang lebih maju, yang pada akhirnya akan melahirkan para teknolog yang lebih
inovatif, juga para pemimpin yang pandai dan jujur serta berani menantang
segenap ancaman dan tekanan dari para penjajah.
No comments:
Post a Comment