(Oleh
:Ky. Heru Elyasa)
Pernyataan
Prof. Yudian Wahyudi, kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bahwa
musuh terbesar Pancasila adalah agama, menuai kritik dari berbagai pihak. Hingga pencopotan Yudian dari jabatan kepala
BPIP, bahkan pembubaran BPIP. Pada akhirnya Yudian memberikan klarifikasi yang
pada intinya tidak ada maksud untuk menghadap-hadapkan Pancasila dengan agama.
Pancasila dan agama tidak bertentangan dan saling mendukung. Sedangkan agama
yang dimaksud dilihat dari indikasinya lebih mengarah kepada agama Islam.
Fakta ini justru menkonfirmasi
bahwa sesungguhnya pemahaman masyarakat terhadap ideologi Pancasila masih
debatable. Ada perbedaan pemahaman antara BPIP sebagai lembaga yang memiliki
otoritas untuk mentafsirkan Pancasila dengan elemen-elemen masyarakat. Apakah
benar agama adalah musuh terbesar Pancasila? Apakah benar Pancasila itu selaras
dengan Islam? Jika selaras dengan Islam, di mana letak keselarasannya?
Jika kita bisa bersikap jujur,
fakta yang terlihat menunjukkan bahwa
Pancasila tidaklah selaras dengan Islam secara keseluruhan (kaffah),
tetapi selaras kepada “sebagian ajaran Islam.” Baik di dalam persoalan Ushul
(pokok) maupun di dalam persoalan furu’ (cabang). Beberapa persoalan furu’ yang
bisa kita bandingkan adalah pertama; Persoalan Riba, Islam
memandang riba adalah kemaksiatan dan dosa besar, tetapi Pancasila
membolehkannya. Bahkan ekonomi Indonesia ditopang dengan riba. Kedua ; Zina
dan LBGT , Islam memandang sebagai tindakan terlarang dan dosa besar, tetapi
Pancasila membiarkannya. Ketiga; Pakaian Jilbab bagi muslimah,
Islam mewajibkannya, sedangkan Pancasila membebaskannya boleh memilih. Keempat;
Qishos, Islam mewajibkannya. Pancasila melarangnya. Dan seterusnya,
kita temukan banyak kontradiksi.
Sedangkan hal-hal yang bisa
selaras diantaranya; Sholat, puasa, haji, zakat , umroh, berdzikir , serta
ibadah mahdhoh lainnya antara Islam dan Pancasila bisa berjalan seiring. Ini
artinya keselarasan antara Islam dan Pancasila tidaklah secara utuh. Tetapi
yang lebih tepat adalah Pancasila selaras dengan “sebagian ajaran islam”. Inilah
tantangan ke depan yang harus dijawab. Dan ini semua harus diselesaikan melalui
diskusi. Setiap langkah untuk menutup pintu diskusi hanya akan menunjukkan
wajah represif dan kediktatoran penguasa. Sebab pemikiran harus dilawan dengan
pemikiran. Tidak boleh dengan pendekatan kekuasaan. Seraya memaksakan diri
dengan mengatakan Pancasila itu sudah Final. Pendekatan melalui kekuasaan
justru menunjukkan penguasa tidak siap menghadapi realitas. Sebab yang
diinginkan adalah sebuah penjelasan yang paripurna. Bukan penjelasan dogmatis
yang memaksa.
Ala kulli hal. Jika pro kontra
antara Pancasila dan Islam ini masih terus bergulir, itu artinya Pancasila
tidaklah “FINAL”. Tetapi masih “SEMI FINAL”. Siapa pemenangnya ? Wallahu a’lam bi as
showab.
No comments:
Post a Comment