Pompeo Berkunjung, Sudah Diberi Hati Minta Jantung
Oleh : Nindira Aryudhani, S. Pi, M. Si
(Koordinator LENTERA)
Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasan Asia
Tenggara yang dikunjungi Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo (bbc.com,
23/10/2020). Tentu ini suatu keistimewaan tersendiri. Namun coba kita detili
agenda kunjungan Pompeo tersebut.
Memang, ini tak ubahnya kunjungan balasan. Ibarat suatu
kelindan yang tak bertepuk sebelah tangan bagi hubungan bilateral kedua negara.
Pasalnya beberapa waktu yang lalu, Menteri Pertahanan AS Mark T. Esper
mengundang Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto ke Pentagon.
Diantara topik pembahasan yang disampaikan oleh Pompeo
adalah tentang krisis Palestina. Menurut Pompeo, Palestina sangat perlu untuk
mengakui kedaulatan Israel. Pompeo mengatakan, pengakuan ini penting untuk
melanjutkan pembicaraan mengenai stabilitas dan perdamaian di Timur Tengah.
Bagi AS, kata Pompeo, persetujuan ‘Abraham’ dapat menciptakan kondisi negara
Arab segera mengakui hak Israel untuk hidup. Karena itu melalui Indonesia, AS
berharap Palestina mau mengakui dengan cara yang sama agar pembicaraan ini
dapat dimulai (tirto.id, 29/10/2020).
Memperhatikan hal ini, AS tak ubahnya sudah diberi hati,
tapi masih minta jantung. Mereka sudah diberi hati, ketika Pompeo berjanji
mendatangkan lebih banyak investasi dari AS ke Indonesia, terutama di bidang
digital, energi, dan infrastruktur. Pompeo juga menuturkan, pihaknya siap untuk
mempromosikan kepada pihak swasta agar berinvestasi di Indonesia (kompas.com,
29/10/2020).
Tapi dengan menyinggung isu Palestina di Indonesia, terlebih
dengan solusi "two states", ini tentu saja sama dengan minta jantung.
Dan Pompeo tentu sadar, dirinya bicara isu Palestina di negeri muslim terbesar
di dunia. Ini adalah preseden kuat, bahwa AS sedang "merayu"
Indonesia agar mendukung normalisasi dengan Israel. Sebagaimana sejumlah negara
di kawasan jazirah Arab beberapa waktu lalu.
Sejatinya, untuk menyolusi krisis Israel dan Palestina,
hanya ada satu kunci. Yakni dengan hal yang paling ditakuti Israel. Merunut
sejarah, yaitu pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Turki Utsmaniy
yang diperintahnya saat itu, adalah eksistensi negara bersistem Khilafah. Jelas
sekali bahwa yang paling ditakuti Israel adalah Khilafah. Theodore Herzl,
pendiri Israel, tak berkutik ketika Khilafah dengan tegas menolak permintaannya
agar memberikan sebagian wilayah di Palestina untuk bangsa Yahudi.
Pada akhirnya, melalui keruntuhan Khilafah, upaya busuk
Israel merampas tanah Palestina, kian menguat. Sudah menjadi karakternya,
Israel bukanlah bangsa yang bisa diajak bicara dengan perundingan atau
perjanjian. Melainkan dengan bahasa perang. Pendudukannya atas tanah milik kaum
muslimin Palestina berikut langkah-langkah brutalnya dengan cara membantai kaum
muslimin di sana, menyebabkan Israel berstatus sebagai negara kafir harbi
fi'lan. Artinya halal untuk diperangi.
Karena itu apa pun alasannya, ketika suatu negeri Muslim
mengakui kedaulatan Israel, maka ini menegaskan pengkhianatan terhadap Islam.
Sungguh jelas, jika dunia Islam berada dalam satu visi yang
sama, maka mereka bisa mengirimkan militernya untuk memerangi Israel sebagai
solusi jangka pendeknya. Sementara solusi terbaiknya tentu dengan tegaknya
Khilafah kembali. Karena terbukti, bagaimana politik luar negeri Islam yang
diemban Khilafah menjadikan kaum muslimin benar-benar punya taring untuk
menghancurkan Israel.
Firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً
مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ
أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ
أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ
الْآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil
menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena)
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai
apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami
terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (TQS 'Ali
Imron [03]: 118).
No comments:
Post a Comment